Selasa, 07 April 2015

Teks Review Film 99 Cahaya di Langit Eropa part 2


Nuansa Jejak Islam di Ujung Eropa






Film 99 Cahaya di Langit Eropa part yang ke-2 ini, merupakan film yang dibintangi oleh Acha Septriasa (Hanum Salsabilla), Abimana Aryasatya (Rangga Almahendra), Marissa Nasution (Maarja) dan banyak aktris terkenal lainnya. Film ini disutradarai oleh Guntur Soeharjanto dan berdurasi 120 menit.

Film ini mengulas banyak cerita tentang keindahan dan keagungan Islam di Eropa. Lebih dari 1 juta penonton telah menyaksikan bagian pertamanya, tidak bisa dipungkiri, keberhasilan tersebut didukung oleh banyak hal, sebut saja novelnya yang sudah dikenal, para pemain yang sudah familiar atau bahkan tema cerita yang memiliki keterkaitan dengan keberadaban Islam di Eropa.

Kembali melanjutkan kisah hidup Hanum, Rangga dan interaksinya dengan teman-teman kuliahnya, kali ini Rangga diminta untuk menghadiri sebuah pesta dansa bersama mahasiswi yang cantik dan cerdas Maarja, untuk mewakili sekolahnya, Maarja yang memang telah memendam rasa suka dengan Rangga, memintanya untuk menjadi pasangannya di pesta tersebut, namun Rangga menolakknya karena ia tidak bisa berdansa terlebih lagi ia tidak ingin membuat istrinya, Hanum cemburu dan kecewa dengan hal tersebut.

Di dalam film ini, banyak bagian yang menceritakan tentang keindahan Islam di Eropa, seperti saat Hanum dan Rangga berkunjung ke Cordoba, museum yang awalnya adalah sebuah masjid, lalu berubah menjadi Kathedral, itu adalah tempat yang bersejarah dalam pekembangan peradaban Islam di dunia.

Khan menerima telepon dari ibunya di Pakistan dan menyampaikan bahwa sang ayah menjadi korban serpihan bom. Tidak ingin mengganggu sang anak yang sedang menimba ilmu di negeri seberang, sang ayah memintanya untuk segera menyelesaikan studi-nya dan segera kembali ke Pakistan untuk membangun negaranya menjadi lebih baik lagi. Menjelang ujian, Khan meminta tolong kepada Rangga agar dia diizinkan untuk ujian terlebih dahulu, dan Rangga menyetujuinya. Stefan yang mengetahui hal tersebut menjadi marah karena merasa Rangga-lah yang jauh lebih siap. Untuk kesekian kalinya, pertengkaran kembali muncul dipersahabatan mereka. Hingga suatu hari, saat Stefan merasa tidak adil dan pergi dengan rasa marah, sebuah musibah terjadi padanya. Ia mengalami kecelakaan yang membuat kaki kanannya patah. Saat Rangga dan Hanum menjenguknya, Rangga bercerita tentang musibah yang telah dialami Khan, mulai dari situlah Stefan mulai mengerti dan ia  merasa bersalah karena perbuatannya. Sejak saat itu persahabatan antara keduanya mulai membaik dan di akhir cerita, Rangga menyelesaikan studinya dengan nilai cemerlang.

Sedikit berbeda dengan seri sebelumnya yang lebih banyak berbicara dengan bahasa visual dan kisah dibalik simbol-simbol ke-Islam-an yang terbentang didaratan Eropa sehingga terkesan lebih dominan bila dibandingkan dengan “isi” filmnya, di bagian kedua ini justru kebalikannya. Dengan durasi yang mencapai 102 menit, 99 Cahaya di Langit Eropa part 2 ini lebih menekankan hubungan antara karakter-karakternya, konflik dan penyelesaiannya.

Tetap dengan membawa panji-panji menjembatani perbedaan perbedaan antara muslim dan non muslim, film yang naskahnya langsung ditulis oleh penulis novel, Rangga Almahendra dan Hanum Salsabiela berikut juga dengan Alim Sudio, meskipun masih terdapat kejanggalan dalam rangkaian dialog dan adegannya namun secara keseluruhan masih terasa lebih berisi dan lebih baik dari seri sebelumnya. Artis memainkan perannya dengan sangat baik dan hasilnya pun tidak mengecewakan.

Meskipun bagian kedua dari film ini terasa lebih baik dari bagian pertamanya, namun bila dilihat secara kesuluruhan, alangkah bijaknya bila kisah Hanum -Rangga dan pengungkapan simbol-simbol ke-Islam-an di Eropa ini dikemas dalam satu bagian saja, bukan dua. Hal tersebut sudah jelas terlihat dari bagian pertama yang hampa, tanpa ada sesuatu yang layak untuk disampaikanPenonton yang belum baca bukunya tidak tahu tentang informasi-informasi yang disampaikan sang guide. Di dalam film, hanya ditampilkan area dalam Hagia Sophia dan Grand Bazar.

Namun dibalik semua kelebihan maupun kekurangannya, menonton film ini membuat saya bersyukur hidup di Indonesia, dimana Islam sebagai mayoritas, bebas menjalankan ibadah, tidak seperti Rangga yang dihadapkan pada pilihan mengikuti ujian atau melaksanakan shalat Jum’at. Tidak seperti Rangga yang kesulitan mencari tempat shalat di kampus sehingga terpaksa shalat di ruang ibadat seluruh agama, diantara salib, patung budha, dan asap hio. Tidak seperti Rangga yang harus berhati-hati memilih makanan halal. Tidak seperti Fatma dan Ayse yang menghadapi berbagai kesulitan karena jilbabnya. Sesuatu yang sangat patut disyukuri mengingat kebanyakan dari kita yang terlalu dimanjakan dalam posisi mayoritas di negeri ini dan terkadang kurang menghargai kepentingan minoritas.

Secara keseluruhan, film 99 Cahaya di Langit Eropa bisa menjadi tontonan yang cukup menghibur sekaligus menambah wawasan akan jejak Islam di Eropa. Meski film ini kental dengan nuansa Islam, bukan berarti hanya bisa dinikmati umat Muslim saja, menurut saya justru film ini cocok ditonton oleh siapapun, agama apapun, sebagai salah satu tontonan yang bisa memberi inspirasi tentang tolerasi dan sikap saling menghargai antar umat beragama.


Cukup Sekian, Terima kasih...